Laman

Minggu, 06 Maret 2016

Silent Love




“Mandi sudah, salat sudah, buku pensil pulpen, oke semuanya udah lengkap tinggal sarapan terus pamit,” ujarku dalam hati. “Kamu udah selesai belum? Cepetan sarapan dulu nanti keburu siang,”
“Iya Ma, ini juga udah bentar lagi,” suara tadi itu mamaku, dia bawel tapi aku tahu di balik kebawelannya itu karena dia peduli. “Cepet sarapan ini udah siang loh,” kata mamaku.
“Ya udah ah aku nggak usah sarapan aja udah telat kayaknya deh Ma, aku berangkat ya,”
“Tapi sarapan dulu dikit aja apalagi hari ini kan kamu upacara kalau pingsan gimana, udah cepet sarapan dulu lagian ini kan baru jam 06:20,”
“Iya Ma tapi dikit aja ya ini udah mepet banget aku jadi pengibar bendera soalnya jadi harus berangkat pagi-pagi,”
“Oh gitu ya udah sarapan aja dulu kalau emang harus berangkat pagi-pagi gak usah naik bus nanti Mama suruh Kakak nganterin,”
“Bener ya Ma, makasih,”
“Iya iya cepet sarapannya biar gak tambah siang,” dari ruang keluarga terdengar suara kakakku.
“Apaan sih Ma gak mau ah males banget nganterin dia, tahu nggak Ma dia kalau diboncengin suka nggak diem duduknya geser-geser terus, nggak ah naik bus aja,”
“Rangga jangan gitu ah sama Adik sendiri juga,”
“Iya Ma iya aku anterin,” jawab kakak dengan pasrah.
“Wlleeee..” ledekku.
“Ih ngeledek udah ah males,”
“Iya deuh Kak becanda kelles cepet udah siang nih,”
“Iya iya bentar mau ganti celana dulu,” kata kakakku.
“Ya udah Ma aku berangkat ya, assalamualaikum.” salamku sambil mencium tangannya dan beranjak menaiki jok motor.
“Waalaikumsalam, hati-hati jangan ngebut-ngebut,”
“Siap Ma entar aku ajak terbang haha,” jawab kakakku.
“Huuss kamu ini,”
“Becanda Ma. Berangkat ya, assalamualaikum,”
Aakhirnya kami pun berangkat, oh iya hampir lupa namaku Atikah aku sekolah di MTsN Bhakti Nusantara sekarang ini aku duduk di kelas VIII-A, dan kakakku ini sekarang masih kuliah dan udah semester 5. “Udah nyampe cepetan turun katanya buru-buru takut kesiangan tapi malah diem aja,”
“Oh ini udah nyampe yah,” haha, efek bengong, “iya iya aku turun” mengulurkan tangan untuk mencium tangannya sebagai penghormatan kepada yang lebih tua, entah itu hukum adat atau hukum islam hmm entahlah. “Assalamualaikum.” salamku. “Waalaikumsalam,” jawab kakakku.
“Daaaahhh..” tanganku sambil melambai. “take care ya Dek,” sahut kakakku.
“Oke,” dengan mengangkat tangan dan posisi ibu jari menyambung dengan jari telunjuk sehingga menjadi sebuah lingkaran yang menandakan iya.

Dari lapangan terdengar suara memanggilku “Atikah” begitu sapanya saat ku melirik, ya Tuhan ternyata dia. Dia adalah sahabatku. Kami sudah dekat meskipun kami baru saling mengenal sekarang-sekarang ini itu pun karena kami satu kelas, dan dia duduk tepat di depanku namanya Ican Nurrahma. Terdengar seperti nama perempuan memang. Tapi meskipun begitu dialah pria yang aku kagumi secara diam-diam. Nggak ada yang tahu karena kami terlihat seperti berteman biasa pada umumnya, maklum orang aries itu cukup pandai untuk menyembunyikan perasaannya haha.
Ya meskipun cinta dalam diam, tapi tetep ada yang tahu juga, mereka sahabat-sahabat perempuanku yaitu Mia dan Endang. Persahabatan kami itu solid banget dan kami menyebutnya sebagai trio kwek-kwek. Kami selalu berbagi cerita apa pun itu mulai dari hal yang nggak penting sampe penting banget. “Iya aku kelapangan sekarang,” jawabku. Setibanya di sana dia langsung tersenyum padaku dan aku pun tersenyum kembali padanya. Oh indahnya makhluk ciptaan Allah itu.
“Hai Cacan,” sapaku.
“Hai ikok,” jawab sapanya.
“Kamu kebagian jadi petugas juga? jadi apa?” tanyaku.
“Iya nih kebagian jadi tura, kamu jadi paskibra ya?”
“Iya kok tahu si abaang,” ledekku dengan nada merayu.
“Iya abang tahu lah neng.” haha kami saling memandang dan tertawa terbahak-bahak.
Ini salah satu alasan mengapa aku menyukainya. Karena dengannya aku selalu merasa senang.
“Udah udah cepetan latihan entar keburu bel,” kata Ican.
“Sap komandan,” jawabku. Setelah beberapa kali latihan akhirnya bel pun berbunyi.
“Kamu udah siap?” tanya Ican.
“Iya,” sambil mengangguk pelan. Upacara pun selesai dan berjalan dengan lancar. Kami pun bergegas pergi ke kelas.
“Huh akhirnya,” gumamku lirih.
“Akhirnya apa? tadi deg-degan ya?” ledek Ican.
“Nggak kali cuma dikit, dikiiit banget kayak nilai bahasa arab kamu haha,” balasku.
“Kok anti bawa bawa nilai bahasa arab ana, nilai bahasa arab ana itu bukan dikit tapi..”
“Tapi kecil sampe sampe nggak kelihatan,” potongku haha. Begitulah, dalam momen apa pun semua bisa menjadi gelak tawa yang menyenangkan.
“Yeehh nggak gitu juga kali masak nggak kelihatan, loh kok kita udah ada di dalam kelas sih?”
“Iyalah tadi kan kita jalan,”
“Kok nggak kerasa ya, aneh deh kayak simsalabim gitu tiba-tiba ada di kelas,”
Itulah dia pribadi yang lemot dan selalu ngomongin hal-hal yang gak penting, tapi justru itu point plusnya dia seru kalau diajak ngorbol eh ngobrol maksudnya dan ditambah lagi dia jago banget di pelajaran yang justru kebanyakan orang nggak suka yaitu MATEMATIKA. Mata pelajaran paling horor seantah berantah. Jujur aku payah di pelajaran itu tapi dia Ican Nurrahma adalah sumber daya manusia yang harus aku berdayakan. Haha nggak lah becanda kita itu sering sharing dan ngerjain tugas bareng meskipun kebanyakannya dia yang kerjain, hehe. Sama aja kayak memberdaya yak? sudahlah lupakan.
“Tadi emang kamu nggak lihat?” tanyaku.
“Lihat apa?” tanyanya bingung.
“Tadi kan kita pake pintu doraemon,” jawabku sambil nyengir bak kuda.
“Mulai deh doramomon lagi doramomon lagi, pokoknya aku hatersnya dia banget catet di nomor satu,” jawabnya kesal.
Guru pun masuk. “Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak.” salam guru dengan senyum yang menyeringai.
“Waalaikumsalam, pagi Bu,” jawab serentak murid-murid. Kelas pun dimulai dengan pelajaran IPA untuk memulai kegiatan belajar mengajar pada hari itu.
Pada saat KBM berlangsung, tak jarang aku memperhatikan Ican dari belakang karena itu timing-ku yang tepat untuk melihatnya sebagai seorang pria yang aku cintai, yaa aku hanya bisa melihatnya dan diam. Tapi aku senang karena cinta dalam diamku ini membuatku harus merasakan sakit dan bahagia sendirian, tanpa harus melibatkan dia orang yang aku sayang. Aku hanya akan selalu berada di sisinya tanpa meminta imbalan apa pun bahkan berharap untuk memilikinya pun tidak. Menjadi seperti ini pun aku sudah bersyukur.

Kring… Kring… Kring.. bel pun berbunyi menandakan waktu istirahat telah tiba. Ku melirik arlojiku yang menunjukkan pukul 12.05. “Udah waktunya salat dzuhur.” gumamku dalam hati.
BersambungSumber




Tidak ada komentar:

Posting Komentar